Home » » Kisah Dewa Ruci : Inspirasi Pencarian Jati Diri

Kisah Dewa Ruci : Inspirasi Pencarian Jati Diri

contoh iklan

Kisah Dewa Ruci : Inspirasi Pencarian Jati Diri - Pernakah kita mendengar salah satu kisah dalam Pewayangan yang berjudul Dewa Ruci atau Bima Suci? Bagi masyarakat Jawa, kisah ini adalah kisah yang menjadi inspirasi bagi setiap orang yang ingin belajar mengenal dan mencari jati dirinya.

Dalam pewayangan asli yang berasal dari India, kita tidak akan menemukannya karena kisah Dewa Ruci ini adalah kisah 'carangan' yang sudah di 'aransemen ulang' oleh Sunan Kalijaga sebagai alat syiar agama Islam sehingga kisah ini hanya ada dalam pewayangan Indonesia.

Kisah Dewa Ruci : Inspirasi Pencarian Jati Diri

Kisah Dewa Ruci sebagai inspirasi pencarian jati diri ini diawali dari siasat licik Kurawa yang ingin menyingkirkan Pandawa karena Kurawa menginginkan tahta Hastina Pura sebagai miliknya. Karena pilar kekuatan Pandawa terletak pada Bima maka sasaran Kurawa ditujukan untuk melenyapkan Bima terlebih dahulu.

Bima atau Bimasena atau Werkudara dan sebutan yang lain adalah sosok Penegak Pandawa yang terkenal gagah perkasa, kuat, jujur dan patuh kepada gurunya.



Sarang Angin

Maka Kurawa meminjam tangan pendeta Durna yang menjadi guru mereka, merencanakan untuk melenyapkan Bima dengan tipu muslihat. Pendeta Durna memerintahkan Bima untuk mencari 'susuhing angin' atau 'sarang angin' yang berada di gunung Candra Muka.

Gunung Candra Muka adalah gunung yang terkenal angker sehingga dijuluki  'gung liwang liwung, jalma mara jalma mati' artinya setiap mahluk yang datang ke tempat itu akan mati. Keangkerannya disebabkan  karena gunung itu dijaga oleh dua raksasa sakti yang bernama Rukma Kala dan Muka Kala serta para mahluk gaib yang menjadi anak buahnya.

Kurawa melalui Pendeta Durna berharap Bima akan mati ditangan kedua raksasa yang terkenal ganas dan kejam itu.

Karena kepatuhannya kepada gurunya, Bima menyanggupi dan  melaksanakan perintah itu meskipun ibu dan saudaranya menghalang-halangi niatnya.

Saat tiba di gunung Candra Muka, Bima disambut serangan para mahluk gaib yang menjadi penjaganya. Bima harus berjuang sekuat tenaga untuk mengalahkannya, sampai akhirnya harus berhadapan dengan kedua raksasa yang sakti.

Namun Bima adalah ksatria yang sakti mandraguna yang memiliki senjata kuku Pancanaka dan gada Rujak Pala, sehingga terjadi pertempuran yang seru.

Raksasa Rukma Kala dan Muka Kala memang sakti, keduanya tidak bisa mati, ketika Rukma Kala mati, maka Muka Kala melangkahinya sehingga Rukma Kala hidup lagi. Demikian sebaliknya, membuat Bima kewalahan menghadapinya.

Setelah terdesak dan menjadi bulan-bulanan kedua raksasa itu, Akhirnya, Bima menemukan cara untuk mengalahkannya, pada satu kesempatan, kepala kedua raksasa itu di adu sehingga keduanya tewas.

Ternyata kedua raksasa itu adalah jelmaan Dewa Bayu dan Dewa Indra yang sedang menjalani hukuman. Dengan kematiannya sebagai raksasa maka terbebaslah mereka dari hukuman dan kembali dalam wujud dewa.

Sebagai bentuk rasa terima kasihnya, kedua dewa tersebut menjelaskan tentang pengertian  'sarang angin' atau 'susuhing angin'.

'Sarang angin' secara fisik tidak ada namun hanya merupakan sebuah simbol tentang diri manusia yang terbatas.

'Sarang angin' juga berada dalam diri Bima sendiri yang merupakan anak dari dewa Bayu, sang Dewa Angin, sehingga Bima juga disebut sebagai Bayu Suta atau Bayu Putra.

Pada akhir pertemuan, Dewa Indra dan Dewa Bayu memberikan sebuah sabuk pusaka yang dapat membuat Bima hidup di dalam air. Kemudian keduanya memberi pesan untuk menanyakan tentang keberadaan 'Air prawita sari' kepada pendeta Durna. Setelah itu mereka berpisah, Dewa Bayu dan Indra kembali ke kahyangan dan Bima kembali ke Hastina.

Air Perwita Sari

Pendita Durna dan para Kurawa sangat terkejut ketika melihat Bima  kembali ka Hastina Pura dengan keadaan segar bugar namun karena pada dasarnya mempunyai sifat licik, mereka berpura-pura gembira dan menyambut Bima dengan suka cita.

Kepada Pendeta Durna, Bima menanyakan pesan Batara Indra tentang keberadaan 'air perwita sari'.

Mendengar pertanyaan itu, Pendeta Durna yang berada dalam pengaruhi Kurawa, mencari jawaban untuk menjerumuskan lagi Bima dalam kematian. 

Pendeta Durna mengatakan jika 'air perwita sari, berada di dasar lautan. Untuk mendapatkan 'air perwita sari', Bima harus menceburkan diri ke dasar lautan.

Karena keinginan yang sangat besar untuk mendapatka 'air perwita sari' atau air kehidupan ini maka Bima menyanggupi perintah gurunya.

Kurawa sangat senang mendengar jawaban itu, menurut pendapat mereka, kali ini, Bima akan tewas di dasar lautan karena tidak ada satu pun manusia yang bisa selamat jika tenggelam di dasar laut.

Sebelum berangkat menuju ke samudera, Bima minta ijin terlebih dahulu kepada ibu dan saudara-saudaranya namun mereka semua mencegah dan menghalanginya. Menurut mereka, perintah itu hanyalah salah satu tipu muslihat Kurawa untuk mencelakakan Bima.

Namun tekad dan keyakinan Bima sudah bulat, sehingga halangan dan rintangan dari keluarga dan saudara-saudaranya tidak dipedulikan lagi. Bima nekat menceburkan dirinya ke dalam samudera yang ganas.

Dengan mengenakan sabuk pusaka pemberian Dewa Bayu yang membuatnya dapat hidup di dalam air, Bima mencari keberadaan 'air perwita sari'.

Saat kebingungan mencari, tiba-tiba seekor ular naga raksasa melilit tubuhnya dan akan menelannya. Bima melawan, maka terjadi pergumulan dan pergulatan yang seru sampai akhirnya ular naga mati terkena tusukan kuku Pancanaka.

Kisah Dewa Ruci : Inspirasi Pencarian Jati Diri


Setelah ular naga itu mati dan musnah tiba-tiba dihadapan Bima muncul sosok bertubuh kecil sebesar ibu jarinya. 

Dewa Ruci, Sang Jati Diri

Karena lahir dalam kondisi berada di dalam bungkus maka sejak lahir Bima tidak mengenal tata krama baik dalam tingkah laku maupun tutur katanya. Namun di hadapan sosok bertubuh kecil ini, Bima berubah menjadi santun dan penuh tata krama.

"Aku adalah Dewa Ruci, dirimu yang sejati atau jati dirimu. Aku adalah alam semesta yang melingkupi dunia kecil dan dunia besar, masuklah ke dalam telingaku jika engkau mencari air perwita sari." Kata sosok kecil itu.

Bima tertegun penuh keraguan, bagaimana mungkin dirinya dapat masuk ke dalam telinga Dewa Ruci yang hanya sebesar ibu jarinya.

Dewa Ruci mengetahui apa yang Bima rasakan sehingga beliau merubah dirinya sebesar gunung anakan lalu meletakkan Bima dalam telapak tangannya sehingga Bima dapat masuk ke dalam telinga kiri Dewa Ruci.

Di dalam tubuh Dewa Ruci itulah, Bima yang bertemu dengan jati dirinya atau guru sejatinya, mendapatkan wejangan tentang 'air perwita sari' atau air kehidupan bahkan Pendeta Durna sendiri yang menjadi gurunya tidak mengetahuinya.

Sementara itu Kurawa sudah mempersiapkan siasat baru apabila Bima selamat dan kembali ke Hastina dengan menyuruh dua orang penyihir yang sakti untuk membunuh Bima. Kedua penyihir itu menunggu di tepi samudera.

Setelah mendapatkan wejangan dan memahami pengertian serta merasakan 'air perwita sari', oleh Dewa Ruci, Bima disuruh kembali ke Hastina Pura. Sebenarnya Bima merasa enggan meninggalkan Dewa Ruci, karena saat berada di dalam tubuhnya, ia merasakan kebahagiaan yang tak terkira namun karena kewajibannya sebagai seorang ksatria maka dengan berat hati ia meninggalkan dasar samudera.

Kemunculan Bima dari dasar lautan disambut serangan dua penyihir suruhan Kurawa, maka terjadilah perkelahian yang sengit. Meskipun mengerahkan ilmu sihir yang menjadi andalannya, kedua orang itu masih bukan tandingan Bima. Ilmu sihirnya tidak berpengaruh menghadapi ilmu sejati yang baru saja dimiliki Bima. Akhirnya mereka tewas ditangan Bima.

Kepulangan Bima disambut dengan suka cita oleh ibu dan saudara-saudaranya sementara Kurawa dan Pendeta Durna semakin penasaran karena sudah berbagai cara dilakukan masih saja tidak bisa menyingkirkan Bima.

Demikian kisah Dewa Ruci, kisah inspirasi tentang pencarian jati diri manusia. Kisah ini adalah gambaran secara umum, sedangkan makna dan falsafahnya akan kami uraikan dalam kesempatan lain. Banyak makna yang tersirat dalam kisah ini tentang jalan dalam mencari kesejatian diri.

Sumber : Mahabharata karangan Nyoman S. Pendit

contoh iklan

0 komentar:

Posting Komentar